Senin, 31 Agustus 2009

Surat terbuka bagi Presiden Amerika Serikat

Kepada Presiden Obama,

Sebagai warga Asia Tenggara, wilayah yang paling rentan dan paling tidak siap menghadapi bencana perubahan iklim, saya menyuarakan kepada Anda untuk secara pribadi hadir pada Konferensi Perubahan Iklim PBB di Copenhagen pada bulan Desember ini, dan mendesak lahirnya suatu keputusan yang akan mengubah masa depan umat manusia.

Bahkan ketika saya menuliskan surat ini, beberapa bagian dari wilayah kami sedang mengalami dampak terburuk dari cuaca ekstrim, angin topan, banjir, kebakaran hutan, dan kekeringan. Perubahan iklim mengakibatkan sebagian besar wilayah kami tidak layak untuk pertanian, sementara kelangkaan air bersih untuk air minum dan irigasi akan menyerang jutaan masyarakat kami di tahun-tahun mendatang.

Kenyataan dan laju perubahan iklim jauh melampaui apa yang pernah kita pikirkan sebelumnya. Satu-satunya jalan untuk membalikkan keadaan ini adalah menurunkan emisi secara cepat dan drastis. Sumbangan terbesar wilayah ASEAN bagi upaya penurunan emisi global adalah dengan menjamin adanya perlindungan hutan-hutan alam kami yang tersisa.

Bapak Presiden, kami berharap Anda berkomitmen untuk melakukan kewajiban penurunan emisi drastis yang mengikat secara hukum, dan dalam kurun waktu yang ditetapkan, yang adil dan setara pada pertemuan Copenhagen. Tapi kami juga ingin Anda membuktikan perkataan Anda dengan adanya dana yang dibutuhkan bagi perlindungan hutan alam kami yang sangat kaya dan menciptakan revolusi energi, dan di saat yang sama membantu pemenuhan kebutuhan rakyat dunia yang miskin.

Salam hormat

DUKUNG KAMI UNTUK MENYUARAKAN ASPIRASI INI..


Selengkapnya...

Alien Shooter

Salam..
Game ini ditujukan bagi anda yang gagal jadi polisi + tentara, so bisa nembak kesana kemari tanpa alasan, tanpa perikemanusiaan dan tanpa dosa serta tanpa rasa bersalah.

Untuk mendapatkanya, silakan klik download Alien Shooter.
Jangan lupppaa ekstrak filenya sebelum digunakan.
Selamat bertembak ria


Selengkapnya...

Onet

salam..
buat yang suka mengasah logika, dapat bermain onet dengan segala kerumitan, cobaan, halangan, rintangan dan tantangan yang dimiliki onet dapat membuat anda penasaran dan terus penasaran sampe anda ketagihan seperti saya, hehehe

Untuk mendownload silakan klik disini.


Selengkapnya...

Zuma Deluxe + Magic Ball

Salam..
Buat yang hobi nge-game dapat mencoba game zuma deluxe, yah lumayan menyegarkan kepala bagi kepalanya yang tidak segar:)

Untuk download game zuma deluxe, silakan klik disini.
Jgn lupa ekstrak file sebelumnya.
Selamat ber-zuma ria...
hua hahaha


Selengkapnya...

Winamp 535

Salam..
Kali ini saya akan berbagi dengan anda berupa program winamp 535, dimana program ini digunakan untuk mendengarkan file2 musik. Sehingga anda dapat mendengarkan lagu-lagu kesayangan anda langsung dari komputer.

Program winamp ini berformat .exe sehingga dapat langsung diinstal pada komputer anda.
Untuk mendownloadnya, silakan klik disini.
Selamat ber-winamp ria:)


Selengkapnya...

Adobe Reader 9

Salam..
Adobe reader merupakan salah satu program yang digunakan untuk membaca file-file berformat pdf.

Untuk mendownload Adobe Reader 9, silakan klik disini.
Selamat meng-klik:)


Selengkapnya...

ebook office 2007

Salam..
Sebelumnya telah saya posting link untuk mendownload office 2007. Bagi anda yang masih belum memahami office 2007 dapat membaca ebook ini.

Untuk mendapatkannya, silakan klik download ebook office 2007.
Oya ebook ini masi dalam bentuk file pdf dan untuk melihatnya dapat menggunakan program adobe reader 9.


Selengkapnya...

Kaspersky (KAV) 2009 & Kaspersky Internet Security (KIS) 2009

salam..
Dalam dunia komputer, istilah virus mungkin menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian besar pengguna komputer. Istilah virus diberikan karena program virus mempunyai sifat seperi mahluk hidup, yakni kemampuannya untuk berkembang biak secara berkesinambungan.

Virus dibuat oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, suka melihat orang lain susah, untuk kepentingan bisnis atau mungkin sekedar iseng menunjukkan skill/keterampilan yang dimiliki seseorang. Dalam proses penyebarannya, virus menyebar melalui internet dan media penyimpanan data, mis. flash disk. Untuk menghancurkan virus maka muncullah istilah anti virus, yakni program yang khusus dibuat untuk membunuh virus yang bersangkutan:)
Nah dalam dunia persilatan eh dunia anti virus, terkenal nama Kaspersky yang merupakan salah satu program anti virus yang huebat di seantero jagad raya. Kaspersky terbagi 2 jenis, yakni kaspersky (KAV) khusus untuk komputer yg tidak terhubung internet dan kaspersky internet security (KIS) khusus untuk komputer yang sering terhubung ke internet.
Bagi anda yang ingin mendownload kaspersky versi terbaru, silakan klik disini.
Bagi anda yang ingin mendownload kaspersky internet security versi terbaru, silakan klik disini.
Oya filenya masih terkompresi dan harus diekstrak sebelumnya dengan program winrar.

Selengkapnya...

microsoft office 2007

salam..
oya postingan sya sebelumnya mengenai microsoft office portable. Nah kali ini saya akan membagikan master file microsoft office installer kepada anda semua secara gratis.

Microsoft office installer mempunyai fitur yang lebih lengkap dibandingkan dengan microsoft office portable, namun agak membebani kinerja komputer anda. Untuk mendapatkan masternya silakan klik download microsoft office 2007.
Untuk menginstalnya, sebelumnya anda harus mengekstrak filenya melalui program winrar.


Selengkapnya...

microsoft office 2007 portable

salam...
Program office merupakan software yang digunakan oleh hampir semua pengguna komputer di dunia dalam membuat dokumen, tabel, persentase, dll. Dengan kemudahan pengoperasiannya program office akan sulit digantikan oleh program2 open source sejenis.

Secara umum, program office terbagi 2 jenis yakni office installer dan office portable. Dalam kesempatan ini saya ingin berbagi pada anda program office portable, dimana program office portable ini dapat langsung digunakan pada komputer anda tanpa melalui proses instalasi sebelumnya. Nah bagi para sahabat yang butuh program office 2007 portable dapat mendownload secara gratis disini


Selengkapnya...

permainan rakyat suku Bugis

Dapat dikatakan bahwa hampir semua permainan rakyat tradisional Bugis dilakukan setelah panen. Hal tersebut dikarenakan oleh waktu panen yang hanya dilakukan sekali dalam setahun. Dan untuk mengisi waktu lowong yang cukup panjang maka lahirlah berbagai macam permainan rakyat.

1. Marraga
Marraga/Mandaga adalah bahasa Bugis yang didalam bahasa Indonesia dikenal dengan nama bermain atau bersepak raga. Penamaan ini berasal dari jenis peralatan permainan yang digunakan yaitu raga. Adapun istilah raga bersumber dari makna dan fungsi permainan, yaitu siraga-raga artinya saling menghibur. Pada zaman dahulu, seorang pemuda belum bias menikah jikalau belum mahir bermain raga. Seorang ahli permainan raga merupakan kebanggaan dan dikagumi masyarakat yang berarti turut meningkatkan status sosial seseorang.
Raga yaitu sejenis bola yang terbuat dari rotan yang dibelah-belah, diraut halus kemudian dianyam, umumnya berukuran dengan diameter sekitar 15 cm.
Asal usul permainan raga sehingga dikenal di daerah Sulawesi Selatan, diperkirakan berasal dari Malaka atau pulau Nias. Sehubungan dengan ini, W. Kaudren (Games and Dances In Celebes, 1927), secara tegas meragukan bahwa berasal dari Malaka, dengan alas an masyarakat tradisional yang ada di Malaka tidak mengenal permainan ini. Dia lebih cenderung pada pendapat bahwa permainan ini berasal dari daerah pantai barat Sumatera yaitu pulau Nias, karena daerah tersebut umumnya penduduk mengenal permainan ini. Pada mulanya permainan raga hanya dilakukan oleh kalangan bangsawan Bugis saja, namun didalam perkembangannya selanjutnya dapat dilakukan oleh masyarakat luas. Ada dua hal yang merupakan unsure pokok permainan raga yaitu Sempek atau sepak dan belo yakni variasi.
2. Maggassing
Penamaan permainan ini bersumber dari peralatan pokok yang digunakan dalam bermain yaitu Gasing. Asal usul permainan ini belum dapat dipastikan benar, namun dugaan yang paling kuat berasal dari Sumatera, sebagaimana yang dikemukakan oleh Kauderen dan Matthes dalam bukunya “Tot Bijdragen De Ethnologie Van Zuid Celebes”. Bahwa kemungkinan permainan ini berasal dari Sumatera, kemudian berkembang ke daerah-daerah lainnya sesudah Islam melalui hubungan dagang. Khususnya di Sulawesi Selatan kemungkinan ini dapat diterima karena sejak lama telah terjadi kontak dengan orang-orang Melayu, khususnya Sumatera.
3. Maccuke
Berasal dari bahasa Bugis yaitu Cukke yang artinya ungkit, yang dengan demikian Maccukke berarti bermain ungkit. Permainan cukke termasuk permainan musiman yang umumnya dilakukan sedudah panen sampai pada waktu menjelang turun ke sawah dan dilakukan pada siang hari.
4. Maggaleceng
Permainan dilakukan malam sampai pagi hari sebagai acara rangkaian perkabungan, dimana penyelenggaraannya berlangsung sampai pada upacara pemasangan batu bata dan nisan kuburan orang yang meninggal yang didaerah Bugis disebut dengan Matampung. Maggaleceng biasanya berlangsung selama tujuh malam , 40 malam ataukah 100 malam jika yang berkabung adalah keluarga raja. Dengan melihat suasana permainannya menunjukkan bahwa permainan ini juga berfungsi untuk menghibur keluarga yang berkabung dan selama berjaga-jaga supaya tidak mengantuk. Pada zaman dahulu, oleh masyarakat tradisional Bugis, permainan ini termasuk jenis permainan sakral, berhubungan dengan nuansa magis.
5. Massaung Manuk
Berasal dari kata saung yang berarti sabung dan manuk yang berarti ayam. Dilakukan untuk memeriahkan pesta-pesta adat misalnya perkawinan, pelantikan raja-raja, pesta panen dan sewaktu mengeringkan padi di lapangan. Pada waktu silam, permainan ini merupakan kegemaran kaun bangsawan pada umumnya dan juga dapat disaksikan oleh masyarakat umum. Dikalangan raja-raja terkadang mengadakan pertandingan antar kerajaan, yaitu dengan mengundang raja-raja disekitarnya. Sehubungan dengan kepercayaan masyarakat tradisional, maka yang disabung bukanlah ayam sembarangan. Tetapi yang telah dimantra atau jampi-jampi dan dirawat dengan cermat. Usia permainan ini sudah sangat tua dan dijumpai hamper diseluruh nusantara. Menurut cerita rakyat Bugis, bahwa dahulu kala yang disabung adalah manusia, yang diselenggarakan oleh kalangan raja-raja/bangsawan sebagai hiburan sekaligus untuk mendapatkan Tobarani (pemberani). Tetapi dikemudian hari karena dianggap terlalu kejam dan merendahkan martabat manusia, maka diganti dengan ayam. Masyarakat tradisional Bugis berkeyakinan bahwa dengan senantiasa melihat pertandingan dan darah, maka akan menambah keberanian dan kesaktian.
6. Maggale
Merupakan sejenis permainan yang menggunakan Kaddaro atau tempurung kelapa. Pada zaman dahulu, permainan ini umumnya dilakukan sesudah panen dan juga pengisi waktu senggang di kala pagi hari atau sore hari. Permainan ini tidak didasarkan pada latar belakang stratifikasi sosial dan karenanya sangat merakyat dalam masyarakat tradisional.
7. Mallogo
Penamaannya bersumber dari peralatan utama bermain yaitu Logo (berbentuk cangkul). Bentuknya yang seperti cangkul mencerminkan nilai budaya Bugis yang bersandar pada kehidupan agraris. Biasanya dilakukan sesudah panen dan juga pada waktu senggang lainnya. Logo terbuat dari tempurung kelapa yang berkualitas baik dan berbentuk segitiga yang ujung-ujungnya ditumpulkan.
8. Massalo
Pada mulanya dimainkan pada malam hari kala bulan purnama setelah panen usai dan selanjutnya dilakukan pada waktu senggang lainnya. Permainan ini merupakan permainan rakyat pada umumnya untuk anak-anak belasan tahun dan kadang-kadang juga dilakukan oleh para remaja.
9. Mabbangngak
Merupakan permainan musiman yaitu setelah panen kemiri, namun selama masa pati ngelle yaitu sesudah padi dituai sampai turun sawah berikutnya. Juga senantiasa diadakan karena umumnya anak-anak/remaja yang hobi memiliki persiapan kemiri, khususnya bagi anak-anak gembala dijadikan pengisi waktu senggang. Permainan ini merupakan permainan dari golongan masyarakat biasa atau rakyat kecil, dimana kehadiran dan perkembangan permainan ini ditunjang oleh keadaan alam masyarakat Bugis, terutama mereka yang hidup dan bermukim di daerah-daerah pertanian/perkebunan. Perlengkapan permainan terdiri atas buah kemiri, yang dalam bahasa Bugis disebut Pelleng.
10. Mallongngak
Berasal dari kata longak yaitu nama mahluk halus sejenis jin yang bentuk badanya sangat tinggi, dimana kata longak diartikan juga dengan tinggi atau jangkung. Sehubungan dengan penamaannya ini, DR. B. F. Matthes didalam bukunya “Bijdragen Tot De Ethnologie Van Zuid Celebes”, mengemukakan bahwa kemungkinan Mallongnga berasal dari nama seorang raksasa. Merupakan permainan yang digemari rakyat pada umumnya karena cukup menarik, dengan melihat bentuk dan cara bermain, termasuk jenis permainan olahraga. Sehubungan dengan fungsi Mallongnga, DR. B. F. Matthes, berdasarkan hasil penelitiannya, mengemukakan bahwa kemungkinan dahulu permainan ini merupakan salah satu bentuk pertunjukan upacara. Didalam kehidupan masyarakat tradisional Bugis dimasa silam, penyelenggaraan permainan ini berkaitan dengan problema magis yang tentunya tidak terlepas dari kepercayaan masyarakat yang mistik religius. Antara lain dapat dilihat dalam fungsi permainan yang dianggap sebagai penangkal penyakit. Apabila disuatu kampung terdapat penyakit yang merajalela, maka tujuh orang pria dari kampung tersebut dengan berpakaian putih semacam talqun, Malongak mengitari kampung selama tujuh kali dengan maksud mengusir roh jahat yang menyebabkan wabah tersebut. Dengan cara ini mereka yakin bahwa Longngak yaitu mahluk halus yang dianggapnya baik itu akan turut membantu mereka. Didalam perkembangan selanjutnya, terutama setelah ajaran-ajaran Islam tersebar luas dalam masyarakat Bugis, maka fungsi religius ini tidak berfungsi lagi, melainkan dilakukan hanya sekedar bermain di kalangan anak-anak dan remaja. Mengenai asal usul permainan ini belum dapat dipastikan benar, sebab selain di daerah Bugis, juga dijumpai dibeberapa daerah lainnya seperti Minahasa dan Mongondou di Sulawesi Utara yang disebut Mogilangkadan. Orang Mori di Palu dan Poso menyebutnya Motilako, di pulau Jawa dikenal dengan nama Jangkungan dan juga terdapat di pulau Buton Sulawesi Tenggara dan di Sumatera. DR. B. F. Matthes mengemukakan bahwa Mallongnga dijumpai pula di Filipina, Malaysia dan Jepang. Berdasarkan penyebarannya ini, Matthes memperkirakan bahwa Mallongnga di Sulawesi Selatan kemungkinan dari Filipina melalui Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Selanjutnya Mathhes mengatakan kemungkinan Mallongnga di Indonesia lebih tua dari kebudayaan Hindu karena ditemukan di banyak tempat yang tidak dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu. Misalnya dikalangan orang-orang Polynesia, Mallongnga merupakan salah satu kebudayaan penting yang ada sejak dahulu. Perlengkapan permainan terdiri atas dua batang bambu yang kuat dan panjangnya lebih dua kali tinggi badan yaitu sekitar 3 meter. Mengenai panjang bambu tergantung pada tingkat perkembangan usia dan keberanian seorang pemain.
11. Majjeka
Berasal dari kata Jeka yang artinya jalan. Merupakan permainan masyarakat pada umumnya oleh karena bahan utamanya mudah diperoleh. Perlengkapan permainan terdiri atas tempurung kelapa yang utuh dan kuat dan tiap belahan ujungnya dibei lubang. Juga terdapat dua utas tali yang ujungnya/panjangnya kurang lebih 1,5 meter.
12. Mappasajang
Berasal dari kata Sajang yang artinya melayang. Sedangkan orang Bugis yang berdiam di Sidenreng Rappang menamainya Malambaru, berasal dari kata Lambaru, yakni ikan pari. Penamaan ini berdasarkan kepada bentuk peralatan pokok dari permainan ini, yaitu menyerupai ikan pari. Dan saat ini lebih populer dengan nama permainan laying-layang. Bentuk dan ragam hias layang-layang berbagai macam, tetapi masyarakat Bugis tradisional umumnya menggunakan bentuk dan corak binatang. Menurut sejarahnya bahan yang digunakan pada mulanya adalah jenis dedaunan yang lebar dan telah kering kemudian diberikan tali. Setelah penggunaan kertas dikenal, mulailah dijadikan sebagai bahan utama pembuatan layang-layang.
13. Maggeccik
Berasal dari kata geccik yang artinya menyentik. Merupakan permainan tradisional yang hanya dapat dilakukan oleh kalangan masyarakat biasa. Peralatan permainan adalah biji-bijian, umumnya yang digunakan adalh biji asam.
14. Mappolo Beceng/Mallappo Pinceng
Termasuk jenis permainan rakyat untuk golongan anak-anak. Didalam penyelenggaraan permainan, tidak dilakukan pembauran antara pria dan wanita. Dengan kata lain, yang pria bermain dengan sesamanya dan wanita juga bermain dengan sesamanya.
15. Massantok
Di daerah Bugis, permainan ini populer dengan nama Massantok, kecuali orang Bugis yang berdiam di Soppeng menyebutnya Maggalantok. Termasuk jenis permainan yang dapat dilakukan oleh semua golongan masyarakat. Kehadiran permainan ini sangat berkaitan dengan kegemaran suku Bugis menunggang kuda. Peralatan permainan terdiri atas sebuah batu besar yang akan dijadikan sebagai sasaran lontaran permainan dan sebuah batu agak kecil dan pipih sebesar genggaman tangan untuk masing-masing pemain sebagai alat pelempar.
16. Rengngeng
Dewasa ini, rengngeng lebih populer dengan nama perburuan rusa. Masyarakat tradisional Bugis melakukan secara kolektif sesudah panen atau pada waktu jagug sudah hampir berbuah. Pada masa silam, merupakan permainan kegemaran kaum bangsawan, dimana Rusa adalah salah satu binatang liar yang digemari karena dagingnya enak. sebagai suatu kegemaran pada mulanya timbul dan dilakukan oleh kaum bangsawan sebagai suatu hiburan kreatif sekaligus melatih ketangkasan personal untuk menghdapi kemungkinan perang. Perburuan Rusa juga digunakan pula untuk mencari bibit-bibit Tobarani yang tangguh dan gesit.
17. Mattojang
Mattojang adalah penamaan permainan di daerah Bugis, berasal dari kata tojang. Dalam bahasa Bugis lainnya disebut Mappare, berasal dari kata pere. Kata Tojang dan pere mempunyai arti yang sama, yaitu ayunan. Dalam hal ini yang dimaksudkan dengan permainan ini adalah permainan ayunan atau berayun. Pada umumnya Mattojang diselenggarakan dalam rangka memeriahkan pesta-pesta tertentu, yaitu pesta panen, pernikahan dan kelahiran seorang bayi. Dalam masyarakat Bugis tradisional, permainan ini diselenggarakan oleh kalangan bangsawan/raja-raja atau penguasa adat. Kehadiran permainan ini tidak bias dilepaskan dari kepercayaan masyarakat Bugis kuno. Menurut mitos yang melatarbelakangi penyelenggaraan permainan bahwa dimaksudkan untuk mengingatkan kembali prosesi diturunkannya manusia yang pertama yaitu Batara Guru dari Boting Langiq atau kayangan ke bumi. Beliau diturunkan ke bumi dengan tojang pulaweng atau ayunan emas. Batara Guru inilah yang dianggap sebagai nenek moyang manusia dan merupakan nenek dari Sawerigading, tokoh legendaris yang terkenal dalam mitos rakyat Bugis. Kemudian berkembang dalam bentuk permainan sebagai tanda syukur atas berhasilnya panen. Menurut Kauderen bahwa permainan ayunan kemungkinan berasal dari Jawa yang mulai masuk dan berkembang di Indonesia bersamaan dengan kedatangan pengaruh Hindu. Hal ini didasarkan pada persamaan waktu penyelenggaraannya serta cara pelaksanaannya, baik di Jawa maupun di India. Adapun perlengkapan Mattojang kuno terdiri atas dua batang kelapa atau bambu betung dengan tinggi kurang lebih 10 meter untuk tiang ayunan. Tali yang terbuat ari kulit kerbau yang dililit dan panjangnya sedikit lebih pendek dari tiang ayunan. Tudangeng merupakan tempat duduk yang terbuat dari kayu. Peppa yaitu alat penarik ayunan yang terbuat dari rotan atau tali sabut yang panjangnya 3-4 meter, dimana salah satu ujung peppa dikaitkan pada bagian bawah larik. Mattojang dilakukan oleh minimal 3 orang. Seorang berayun dan dua orang yang menarik dan mengayun-ayunkan kemuka dan ke belakang silih berganti. Pengayunan ini disebut Padere.
18. Mappadendang
Berasal dari kata dendang yang berarti irama atau alunan bunyi. Pada masa silam, mappadendang dilakukan di malam hari sewaktu bulan purnama. Selain itu diselenggarakan dalam kaitannya dengan upacara tertentu yakni pernikahan dan panen yang berhasil. Mappadendang hanya dilakukan oleh gadis-gadis dan pemuda-pemuda dari kalangan masyarakat biasa. Pada dasarnya permainan ini berasal dari bunyi tumbukan alu ke lesung yang silih berganti sewaktu menumbuk padi. Irama ini kemudian dikembangkan mnjadi mappadendang dengan menambah bobot irama tumbukan alu ke lesung. Pada fase berikutnya, permainan ini lebih dikembangkan lagi, dimana alunan irama lebih teratur disertai dengan variasi bunyi dan gerakan bahkan diiringi dengan tarian.
19. Makkurung Manu
Berasal dari kata kurungeng yang artinya kurungan dan manuk yang berarti ayam. Jadi yang dimaksudkan adalah permainan mengurung ayam. Penamaan permainan ini lebih bersifat simbolis. Termasuk jenis permainan rakyat untuk golongan anak-anak. Pada mulanya hanya merupakan permainan sembunyi-sembunyian. Akan tetapi karena kepercayaan masyarakat dulu bahwa banyak anak-anak yang hilang disembunyikan oleh mahluk halus yang bernama nasobbu talimpau. Maka pada umumnya anak-anak dilarang bermain sembunyi-sembunyian di malam hari. Kemudian muncullah permainan Makkurung Manuk yang dianggap lebih praktis dan berguna.
20. Maggunreco
Maggunreco adalah penamaan permainan ini didaerah Bugis umumnya. Di daerah Bugis Sidenreng Rappang lebih dikenal dengan nama Majepe atau Attele. Permainan ini dilakukan sewaktu suatu keluarga berkabung, yaitu pada malam pertama jenazah dimakamkan sampai pada waktu-waktu tertentu, seperti malam ketujuh, keempat puluh dan keseratus. Lamanya penyelenggaraan permainan bergantung kepada derajat kebangsawanan dan kemampuan materil seseorang. Pada masyarakat Bugis tradisional, permainan ini hanya diselenggarakan apabila yang berkabung adalah golongan bangsawan. Adapun yang bermain dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa pembatasan status sosial seseorang. Puncak acara ini ialah pada malam hari malam keempat puluh. Menjelang esok harinya diselenggarakan upacara Mattampung yaitu penyusunan batu bata dan nisan permanen. Penyelenggaraannya berhubungan erat dengan kepercayaan masyarakat Bugis tradisional, bahwa orang yang mati sebelum cukup empat puluh hari empat puluh malam, masih berada disekitar rumah dan keluarganya. Sesudah itu barulah san roh pergi ke tempatnya yang abadi. Dengan demikian, puncak acara yang diselenggarakan pada malam keempat puluh tersebut merupakan perpisahan agar perjalanan rohnya selamat. Pada mulanya permainan ini bersifat religius, pantang dilakukan pada hari-hari lain karena mengundang kematian. Namun dengan masuknya Islam, permainan ini kemudian dilakukan disembarang waktu.
21. Massempek
Berasal dari kata sempek yang berarti sepak. Dengan demikian yang dimaksudkan adalah permainan saling menyepak atau berlaga dengan menggunakan kaki. Diselenggarakan pada pesta atau upacara adat, misalnya panen, pernikahan, pelantikan raja dan kadang-kadang dilakukan untuk mengisi waktu senggang. Dalam masyarakat Bugis tradisional, permainan ini hanya dilakukan oleh kalangan budak (ata’). Pada mulanya penyelenggaraan permainan ini hanya sekedar keisengan dari kalangan bangsawan untuk menghibur diri dengan jalan mengadu hamba sahayanya. Dikemudian hari berkembang menjadi permainan yang digemari oleh masyarakat umum.
22. Mallanca
Berasal dari kata lanca, yaitu menyepak dengan menggunakan tulang kering, yang sasarannya ialah ganca-ganca, yakni bagian kaki diatas tumit. Permainan ini termasuk yang digemari oleh masyarakat Bugis tradisional dalam rangkaian penyelenggaraan pesta-pesta adat dan hanya dilakukan oleh kalangan budak (ata’). Sebagaimana halnya dengan Massempek, maka Mallanca ini pada mulanya hanya sekedar hiburan kalangan bangsawan yang kemudian turut digemari oleh masyarakat luas.
23. Mammencak
Berasal dari kata mencak yang artinya pencak atau silat. Jadi yang dimaksud adalah permainan pencak silat. Dilakukan pada pesta-pesta/keramaian adat yang diselenggarakan oleh suatu keluarga serta upacara adat lainnya yang diselenggarakan oleh masyarakat. Asal permainan ini diperkirakan dari Semenanjung Malayu melalui Sumatera, dengan perantaraan dari orang-orang Melayu yang dating ke Sulawesi Selatan dimasa silam. Hal ini didasarkan pada penamaannya yang juga disebut dengan Silak Melayu atau Silat Melayu
24. Maccubbu
Berasal dari kata cubbu yang berarti sembunyi, atau dengan kata lain Maccubbu berarti bermain sembunyi-sembunyian. Termasuk kedalam permainan ini adalah Mallojo-lojo, Enggo, Mappajolekka dan Mallonci. Pada zaman dahulu, dimainkan pada bulan purnama, dimana ketika itu anak-anak keluar rumah bermain bersuka cita. Merupakan permainan rakyat yang sangat disukai oleh kalangan anak-anak.



Selengkapnya...

arsitektur bugis

Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia, Arsitektur rumah Bugis mendapat pengaruh kuat dari budaya Islam, seperti tampak pada mesjid dan langgar yang terdapat di setiap lingkungan masyarakat. Pada waktu silam, umumnya desa Bugis terdiri atas sekelompok rumah yang letaknya berdekatan dengan jumlah antara 10 sampai 200 rumah.

Rumah-rumah itu berderet-deretan menghadap selatan atau barat, tetapi bila ada sungai selalu membelakanginya. Bangunan rumah tinggal suku Bugis dapat dibedakan dari bentuknya, yang menunjukan status sosial penghuninya. Rumah penduduk biasa mempunyai dua timpa laja (atap bersusun dua), sedangkan rumah kaum bangsawan dan raja memiliki tiga atau lebih timpa laja. Struktur rumah Bugis adalah struktur dengan sistem rangka kayu yang lantainya ditinggikan (panggung), dengan memakai atap pelana. Secara vertikal rumah itu terbagi atas tiga bagian. Atap yang disebut juga rakkeang adalah bagian yang suci; disitu roh-roh tinggal. Bagian tengah untuk tempat tinggal manusia disebut alebole. Dan kolongnya, yang disebut awasao, adalah tempat menyimpan peralatan dan binatang ternak. Apabila dilihat denahnya, rumah Bugis terbagi atas dua bagian, yaitu bagian yang tidak beratap, seperti serambi terbuka, disebut tamping, dan bagian beratap dan berdinding, yang terdiri atas bilik-bilik, disebut lontang. Biasanya ada tiga lontang. Ujungnya didahului oleh ruang yang lebih kecil dengan lantai lebih rendah dengan atap tersendiri. Tempat ini biasa disebut lego-lego yang artinya ruang masuk. Lego-lego adalah tempat tamu menunggu sebelum dipersilahkan masuk dan tempat duduk-duduk orang bersantai. Tamu kemudian diterima di lontang depan dan diajak duduk di atas tikar pandan/rotan. Lontang kedua, tempat tiang pusat, dianggap paling suci dan digunakan untuk menyimpan keris/badik, tombak, dan lain-lain. Disitulah tempat dewi pelindung. Lontang ketiga merupakan ruang tidur keluarga, yang terbagi menjadi dua bagian, bagian dalam untuk anak-anak gadis dan bagian muka untuk orang tua. Anak laki-laki biasanya tidur di serambi atau diluar rumah (mesjid). Pada ujung lain deretan bilik terdapat ruang yang lantainya lebih rendah dengan atap tersendiri. Ruang ini disebut yongke. Fungsinya sebagai dapur. Tata ruang rumah tinggal ini mencerminkan adat istiadat orang Bugis, yang memegang teguh martabat diri.
Dalam perkembangannya, arsitektur rumah bugis kemudian mendapat pengaruh dari barat dengan ditandai pembangunan rumah non panggung. Dengan adanya bahan bangunan seperti batu bata, batako, semen, maka rumah bugis mendapat sentuhan modern. Dewasa ini, masyarakat Bugis cenderung menyukai rumah dengan fungsi ganda yakni ruko (rumah toko). Rumah toko (ruko) memiliki kepraktisan dalam dua sisi, yakni sebagai tempat tinggal dan tempat usaha. Pembangunan ruko yang marak dimasa kini mencerminkan pribadi orang Bugis yang elegan dan jiwa entrepreneurship yang tinggi.



Selengkapnya...

Nasehat Nene’Mallomo

Salah satu petuah dari Nene’Mallomo mengatakan bahwa orang Sidrap harus mempunyai sifat Macca (pintar), Malempu (jujur), Magetteng (konsisten), Warani (berani), Mapato (rajin), Temmapasilengang (adil) serta sifat Deceng Kapang (menghormati orang lain).

Nene’Mallomo juga merupakan penggagas falsafah hidup masyarakat Bugis Sidrap, yang terkenal dengan 5 (lima) M, yaitu ; Massappa (mencari rezeki yang halal), Mabbola (membangun rumah dari rezeki yang halal), Mappabotting (mempererat silaturrahmi dengan ikatan pernikahan), Mappatarakka Hajji (menunaikan ibadah haji) dan Mattaro Sengareng (merendahkan diri dan keikhlasan).
Salah satu pappaseng (pesan) Nene’Mallomo bagi aparat kerajaan adalah :
Tellu tau kupaseng : Arung Mangkauk e, pabbicara e,, suro e. Aja pura mucapak i lempu e o arung mangkauk. Malempuko mumadeceng bicara, mumagetteng, apak i ariasennge malempu, madeceng bicara e lamperi sungek. Apak teammate lempu e, temmaruttung lappa e, teppettu maompennge, teppolo masselomo e.
Yang berarti :
“Aku berpesan kepada tiga golongan : Maharaja, pabbicara dan pesuruh. Jangan sekali-kali engkau meremehkan kejujuran itu, hai maharaja. Berlaku jujurlah serta peliharalah tutur katamu, engkau harus tegas. Sebab yang disebut kejujuran, tutur kata yang baik itu memanjangkan usia. Oleh karena takkan mati kejujuran itu, takkan runtuh yang datar, takkan putus yang kendur, takkan patah yang lentur”.
Oleh karena kearifan serta kebijaksanaannya, Nene’Mallomo kemudian menjadi ikon dari Kabupaten Sidenreng Rappang, yaitu sebagai Bumi Nene’Mallomo.



Selengkapnya...

Sekilas Nene’Mallomo

Nene’Mallomo merupakan salah satu tokoh legenda (cendekiawan) di Sidenreng Rappang yang kemudian menjadi landmark Kabupaten Sidrap yang hidup di Kerajaan Sidenreng sekitar abad ke-16 M, pada masa pemerintahan La Patiroi, Addatuang Sidenreng. Ada juga yang menyebutkan bahwa Nene’Mallomo lahir sebelum masa pemerintahan Raja La Patiroi, yaitu pada masa Raja La Pateddungi. Beliau meninggal Tahun 1654 M di Allakuang, dimana salah satu mottonya yang terkenal dan menjadi motivasi kerja adalah Resopa Temmangingngi Namalomo Naletei Pammase Dewata.

Pada zaman dahulu, setiap kerajaan memiliki cendekiawan yang merupakan pembimbing masyarakat dalam mencapai kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Ada 5 orang cendekiawan yang terkenal dalam perjalanan sejarah kerajaan Bugis, yakni Kajao Laliddo (cendekiawan kerajaan Bone), Nene’Mallomo (cendekiawan kerajaan Sidenreng), Arung Bila (cendekiawan kerajaan Soppeng), La Megguk (cendekiawan kerajaan Luwu) dan Puang ri Maggalatung (cendekiawan kerajaan Wajo). Para cendekiawan tersebut sering melaksanakan pertemuan untuk mengadakan diskusi, sambil tukar menukar pengalaman yang nantinya akan menambah wawasan seiap orang. Salah satu pertemuan yang terkenal digelar di Cenrana. Pertemuan tersebut dihadiri oleh Kajao Laliddo dari Bone, Nene’Mallomo dari Sidenreng, Puang ri Maggalatung dari Wajo, Topacaleppang dari Soppeng, Macca e dari Luwu dan Boto Lempangan dari Gowa. Dari pertemuan tersebut, Nene’Mallomo kemudian melahirkan buah pikirannya yang disepakati oleh para cendekiawan yang hadir. Buah pikirannya berupa sebuah prinsip yang harus dijalankan oleh aparat kerajaan dalam mewujudkan masyarakat yang taat hukum. Prinsip tersebut dikenal dengan ungkapan “Naia Adek Temmakkeana Temmakkeappo” (hukum tidak mengenal anak cucu).
Para cendekiawan kerajaan juga berfungsi untuk menghasilkan karya yang dapat dijadikan pedoman dalam membangun kerajaan/masyarakat ke arah yang lebih baik. Pedoman tersebut lebih dikenal dengan istilah pangadereng. Menurut Muh. Salim (1984), “pangadereng meliputi segala keharusan bertingkah laku dalam kegiatan orang Bugis, meliputi keseluruhan tata tertib, pedoman hidup dan kehidupan, baik dalam kehidupan berumah tangga maupun dalam kehidupan bermasyarakat”. Pangadereng meliputi adek (perbuatan yang memberikan keseimbangan/mappasilasa), bicara (perbuatan saling menyembuhkan/mappasisau dan perkataan yang saling menghormati), rapang (percontohan, yakni perbuatan yang menserupakan/mappasenrupa), wari (tata cara, yakni perbuatan yang tahu membedakan/mappalaiseng).
Sedangkan Drs. Mattulada (1968) mengatakan : “pangadereng dapat diartikan sebagai keseluruhan norma-norma, meliputi bagaimana seseorang harus bertingkah laku terhadap sesamanya manusia dan terhadap pranata sosialnya secara timbal balik dan yang menyebabkan adanya gerak (dinamis) masyarakat. Pangadereng dibangun oleh banyak unsur yang saling menguatkan. Pangadereng meliputi hal ihwal ade’ (adat), bicara, rapang (contoh), wari (tata cara) dan sara’. Semua diperteguh dalam satu rangkuman yang melatarbelakanginya, yaitu satu ikatan yang mendalam ialah siri”.

Nene’Mallomo hanyalah sebuah gelar bagi seseorang, dimana dalam bahasa Bugis Sidrap, kata Mallomo berarti mudah, yang maksudnya bahwa Nene’Mallomo mudah memecahkan suatu permasalahan yang timbul. Nene,Mallomo merupakan seorang laki-laki, walaupun kata nene’ menunjuk pada istilah wanita yang telah lanjut usia (tua). Dalam budaya Bugis dahulu, kata Nene’ digunakan untuk pria/wanita yang telah lanjut usia.
Nama asli Nene’Mallomo adalah La Pagala, namun ada juga yang mengatakan bahwa nama asli Nene’Mallomo adalah La Makkarau. Nene’Mallomo dikenal sebagai seorang intelektual yang mempunyai kapasitas dalam hukum dan pemerintahan serta berwatak jujur dan adil kepada seluruh masyarakatnya. Dalam konteks masalah hukum, Nene’Mallomo mempunyai prinsip yaitu Ade Temmakkeana Temmakkeappo, yang berarti bahwa hukum tidak mengenal anak dan cucu. Hal ini menunjukkan sisi keadilan dan ketegasan dari seorang Nene’Mallomo, yang juga merupakan salah seorang penyebar agama Islam di daerah Sidrap.



Selengkapnya...

La Panaungi, Pendiri Toani Tolotang di Amparita

Amparita, salah satu wilayah kecamatan di Kabupaten Sidrap, kini masih banyak warganya menganut kepecayaan Toani Tolotang. Sekitar 5000 warga di wilayah itu yang menganut kepercayaan yang sudah turun temurun. Ini merupakan penganut terbesar kedua setelah penganut Agama Islam yang jumlahnya lebih 200 ribu jiwa. Pemerintah Indonesia hanya mengakui lima agama, selebihnya dikategorikan sebagai Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Karena penganut Tolotang tidak mau disebut sebagai aliran kepercayaan, mereka menggabungkan diri dengan Agama Hindu. Itulah sampai sekarang dikenal dengan nama Hindu Tolotang.

Penganut Toani Tolotang ini juga mengenal adanya Tuhan. Mereka lebih mengenalnya dengan nama Dewata SeuwaE (Tuhan Yang Maha Esa) yang bergelar PatotoE. PatotoE diakui memiliki kekuatan yang lebih tinggi dari manusia, baik di dunia atas maupun dunia bawah. Dialah yang menciptakan alam raya dan seluruh isinya. Penganut Tolotang percaya bahwa manusia pertama dibumi ini sudah musnah. Adapun manusia yang hidup sekarang adalah manusia periode kedua, setelah manusia pertama musnah. Suatu ketika, PatotoE (Dewata SeuwaE) tertidur lelap. Ketiga pengikutnya yang dipercayakan menjaganya, yakni Rukkelleng, Rumma Makkapong dan Sangiang Jung, pergi mengembara ke dunia lain. Ketika mereka sampai di bumi, ketiganya melihat bahwa ada dunia kosong. Sekembalinya dari pengembaraan, ketiganya bertemu dengan PatotoE, lalu menceritakan pengalaman yang mereka saksikan, bahwa masih ada dunia yang kosong. Mereka usulkan agar diutus seseorang untuk tinggal di dunia kosog itu. Rupanya PatotoE tertarik dengan cerita tersebut. PatotoE lantas berunding dengan istrinya Datu Palinge dan seluruh pimpinan di negeri Kayangan. Setelah istrinya setuju, maka diutuslah Batara Guru turun ke bumi. Masyarakat sekarang menyebutnya Batara Guru sebagai Tomanurung. Setelah beberapa lama di bumi, Batara Guru merasa kesepian. Ia minta agar diturunkan satu manusia lagi ke bumi. Maka turunlah I Nyili Timo, putri dari Riseleang. Batara Guru kemudian kawin dengan I Nyili Timo. Hasil dari perkawinannya tersebut membuahkan seorang putra, namanya Batara Lettu. Setelah Batara Lettu dewasa, ia kemudian dikawinkan dengan Datu Sengngeng, putri dari Leurumpesai. Hasil perkawinannya melahirkan dua anak kembar, satu putra dan satu putri. Yang putra bernama Sawerigading sedangkan yang putri bernama I Tenriabeng. Tetapi hanya Sawerigading yang diakui sebagai manusia yang luar biasa, karena banyak memberikan ajaran kepahlawanan. Sawerigading kemudian kawin dengan I Cudai, salah seorang putri raja dari Cina. Hasil perkawinannya membuahkan seorang anak, yang bernama Lagaligo. Pada masa Sawerigading, negeri makin aman. Penduduk sangat tunduk pada perintahnya. Setelah Sawerigading meninggal, masyarakat tambah kacau. Terjadi pertengkaran dimana-mana hingga banyak menelan korban. Peristiwa tersebut membuat Dewata SeuwaE marah. Dewata lantas menyuruh semua manusia agar kembali ke asalnya, maka terjadilah dunia kosong. Setelah sekian lama dunia kosong, PatotoE kembali mengisi manusia di bumi ini sebagai generasi kedua. Manusia yang diturunkan oleh PatotoE inilah yang akan meneruskan keyakinan yang dianut oleh Sawerigading sebelum dunia dikosongkan oleh PatotoE. Manusia periode kedua yang diturunkan Dewata PatotoE ini, tidak mengetahui betul keyakinan yang diajarkan oleh Sawerigading. Dalam keyakinan penganut Tolotang, ajaran Dewata SeuwaE itu diturunkan sebagai Wahyu. Wahyu dari Dewata selanjutnya diturunkan pada La Panaungi. La Panaungi kembali mendengar suara dari atas Kayangan : “Berhentilah bekerja, terimalah ini yang saya katakana. Akulah DewataE, yang berkuasa segala-galanya. Aku akan memberikan keyakinan agar manusia selamat di dunia dan hari kemudian. Akulah Tuhanmu yang menciptakan dunia dan isinya. Keyakinan yang harus kamu anut adalah Toani. Tetapi sebelum kuberikan wahyu, bersihkanlah dirimu. Setelah wahyu ini diterima, sebarkanlah pada anak cucumu”. Suara itu turun tiga kali berturut-turut. Untuk membuktikan keyakinan yang diberikan itu, DewataE kemudian membawa La Panaungi ke tanah tujuh lapis dan ke langit tujuh lapis untuk menyaksikan kekuasaan DewataE pada dua tempat, yakni Lipu Bonga, yang merupakan tempat bagi orang-orang yang mengikuti perintah DewataE menurut ajaran Toani, juga tempat orang-orang yang melanggar keyakinan Toani. Ajaran yang diterima oleh La Panaungi ini kemudian disebarkan pada penduduk, hingga banyak pengikutnya. Pokok-pokok kepercayaan Tolotang yang diajarkan adalah : Dewata SeuwaE, hari kiamat di hari kemudian (Lino Paimeng), yang menerima wahyu dari Dewata SeuwaE dan kitab suci (lontaraq). Hari kemudian terdapat di Lipu Bonga sebagai tempat orang-orang taat perintah DewataE. Ajaran Tolotang sama sekali tidak mengenal konsep neraka, nasib manusia sepenuhnya digantungkan pada Uwatta. Dalam ajaran Tolotang, pengikutnya dituntut mengakui adanya Molalaleng yakni kewajiban yang harus dijalankan oleh pengikutnya. Kewajiban dimaksud adalah : Mappianre Inanre, yakni persembahan nasi/makanan yang dipersembahkan dalam ritus/upacara, dengan cara menyerahkan daun sirih dan nasi lengkap dengan lauk pauk ke rumah uwa dan uwatta. Tudang Sipulung, yakni duduk berkumpul bersama melakukan ritus pada waktu tertentu guna meminta keselamatan pada Dewata. Sipulung, berkumpul sekali setahun untuk melaksanakan ritus tertentu di kuburan I Pabbere di Perrinyameng. Biasanya dilakukan setelah panen sawah tadah hujan. Menyangkut kejadian manusia, Tolotang juga mengenal empat unsur kejadian manusia, yakni tanah, air, api dan angin. Dalam acara ritual, keempat unsur tersebut disimbolkan pada empat jenis makanan yang lebih dikenal dengan istilah Sokko Patanrupa (nasi empat macam). Yakni nasi putih diibaratkan air, nasi merah diibaratkan api, nasi kuning diibaratkan angin dan nasi hitam diibaratkan tanah. Itulah sebabnya, setiap upacara Mappeanre atau Mappano Bulu, sesajiannya terdiri dari Sokko Patanrupa. Sebelum La Panaungi meninggal, ia sempat berpesan untuk meneruskan ajaran yang ia terima dari DewataE dan minta agar pengikutnya berziarah ke kuburannya sekali setahun. Itulah sebabnya, kuburan La Panaungi telah banyak diziarahi pengikutnya setiap saat. Penganut agama Tolotang ini sempat berkembang, tetapi pada abad ke-16,ketika Islam berpengaruh di beberapa kerajaan di Sulawesi Selatan, jumlah penganut Tolotang tidak berubah bahkan cenderung menurun. Pada Tahun 1609, Addatuang Sidenreng, La Patiroi dan mantunya La Pakallongi, secara resmi menerima Islam sebagai agamanya dan menjadikannya sebagai agama kerajaan. Pengaruh Islam terus berkembang hingga banyak masyarakat yang tadinya menganut Hindu Tolotang beralih ke agama Islam. Hingga kini sekitar 98 % warga Sidrap memeluk agama Islam.


Selengkapnya...

Kekhasan budaya To Lotang Sidrap

Salah satu keunikan budaya di Kabupaten Sidrap, yakni adanya komunitas masyarakat yang akrab dipanggil dengan nama To Lotang yang umumnya berada di Kelurahan Amparita, Kecamatan Tellu Limpoe.

Kelurahan ini juga merupakan salah satu pusat wilayah pemukiman To Wani atau To Lotang yang sampai hari ini tetap eksis melestarikan tradisi warisan leluhurnya secara turun-temurun dalam lingkup sistem sosial mereka. To Lotang atau To Wani merupakan istilah yang pertama kali diucapkan oleh La Patiroi, Addatuang Sidenreng VII, untuk menyebut pendatang yang berasal dari arah Selatan, yaitu Wajo. Dimana To Lotang terdiri atas 2 (dua) kata yaitu kata To (bahasa Bugis) yang berarti orang dan kata lotang yang berasal dari bahasa Bugis Sidrap yakni Lautang yang berarti Selatan. Pendatang ini terusir dari Wajo, oleh karena pada saat itu Arung Matowa Wajo telah memeluk Islam dan mewajibkan semua rakyatnya juga memeluk agama Islam. Bagi rakyatnya yang tidak mau mengikuti perintahnya, maka sebagai konsekuensinya harus meninggalkan tanah Wajo. Kemudian sekelompok masyarakat Wajo yang tidak bersedia memeluk agama Islam, dipimpin oleh I Goliga dan I Pabbere, meninggalkan tanah leluhurnya, Wajo dan hijrah ke Tanah Bugis lainnya. I Goliga akhirnya tiba di Bacukiki, Parepare dan I Pabbere sampai di Amparita yang kemudian mengadakan perjanjian Adek Mappura Onrona Sidenreng dengan La Patiroi. Akhirnya I Pabbere diberikan izin untuk menetap di Loka Popang (susah dan lapar), sebelah selatan Amparita, dengan syarat :
1. Adat Sidenreng tetap utuh serta harus dipatuhi
2. Keputusan harus dipelihara
3. Janji harus ditepati
4. Suatu keputusan yang telah berlaku harus lestarikan
5. Agama Islam harus diagungkan dan dijalankan.
Setelah rombongan I Pabbere menetap dan bertani di Loka Popang, kemudian nama tersebut diganti dengan nama Perrinyameng, yang berarti setelah susah datanglah senang. Di tempat inilah, I Pabbere meninggal dunia yang kemudian juga dimakamkan di Perrynyameng.
Dalam versi lain disebutkan bahwa pendiri Toani Tolotang adalah La Panaungi. Penganut Toani Tolotang ini mengenal adanya Tuhan. Mereka lebih mengenalnya dengan nama Dewata SeuwaE (Tuhan Yang Maha Esa) yang bergelar PatotoE. PatotoE diakui memiliki kekuatan yang lebih tinggi dari manusia, baik di dunia atas maupun dunia bawah. Dialah yang menciptakan alam raya dan seluruh isinya. Penganut Tolotang percaya bahwa manusia pertama dibumi ini sudah musnah. Adapun manusia yang hidup sekarang adalah manusia periode kedua, setelah manusia pertama musnah. Diceritakan bahwa suatu ketika, PatotoE (Dewata SeuwaE) tertidur lelap. Ketiga pengikutnya yang dipercayakan menjaganya, yakni Rukkelleng, Rumma Makkapong dan Sangiang Jung, pergi mengembara ke dunia lain. Ketika mereka sampai di bumi, ketiganya melihat bahwa ada dunia kosong. Sekembalinya dari pengembaraan, ketiganya bertemu dengan PatotoE, lalu menceritakan pengalaman yang mereka saksikan, bahwa masih ada dunia yang kosong. Mereka usulkan agar diutus seseorang untuk tinggal di dunia kosog itu. Rupanya PatotoE tertarik dengan cerita tersebut. PatotoE lantas berunding dengan istrinya Datu Palinge dan seluruh pimpinan di negeri Kayangan. Setelah istrinya setuju, maka diutuslah Batara Guru turun ke bumi. Masyarakat sekarang menyebutnya Batara Guru sebagai Tomanurung. Setelah beberapa lama di bumi, Batara Guru merasa kesepian. Ia minta agar diturunkan satu manusia lagi ke bumi. Maka turunlah I Nyili Timo, putri dari Riseleang. Batara Guru kemudian kawin dengan I Nyili Timo. Hasil dari perkawinannya tersebut membuahkan seorang putra, namanya Batara Lettu. Setelah Batara Lettu dewasa, ia kemudian dikawinkan dengan Datu Sengngeng, putri dari Leurumpesai. Hasil perkawinannya melahirkan dua anak kembar, satu putra dan satu putri. Yang putra bernama Sawerigading sedangkan yang putri bernama I Tenriabeng. Tetapi hanya Sawerigading yang diakui sebagai manusia yang luar biasa, karena banyak memberikan ajaran kepahlawanan. Sawerigading kemudian kawin dengan I Cudai, salah seorang putri raja dari Cina. Hasil perkawinannya membuahkan seorang anak, yang bernama Lagaligo. Pada masa Sawerigading, negeri makin aman. Penduduk sangat tunduk pada perintahnya. Setelah Sawerigading meninggal, masyarakat tambah kacau. Terjadi pertengkaran dimana-mana hingga banyak menelan korban. Peristiwa tersebut membuat Dewata SeuwaE marah. Dewata lantas menyuruh semua manusia agar kembali ke asalnya, maka terjadilah dunia kosong. Setelah sekian lama dunia kosong, PatotoE kembali mengisi manusia di bumi ini sebagai generasi kedua. Manusia yang diturunkan oleh PatotoE inilah yang akan meneruskan keyakinan yang dianut oleh Sawerigading sebelum dunia dikosongkan oleh PatotoE. Manusia periode kedua yang diturunkan Dewata PatotoE ini, tidak mengetahui betul keyakinan yang diajarkan oleh Sawerigading. Dalam keyakinan penganut Tolotang, ajaran Dewata SeuwaE itu diturunkan sebagai Wahyu. Wahyu dari Dewata selanjutnya diturunkan pada La Panaungi. La Panaungi kembali mendengar suara dari atas Kayangan : “Berhentilah bekerja, terimalah ini yang saya katakan. Akulah DewataE, yang berkuasa segala-galanya. Aku akan memberikan keyakinan agar manusia selamat di dunia dan hari kemudian. Akulah Tuhanmu yang menciptakan dunia dan isinya. Keyakinan yang harus kamu anut adalah Toani. Tetapi sebelum kuberikan wahyu, bersihkanlah dirimu. Setelah wahyu ini diterima, sebarkanlah pada anak cucumu”.
Suara itu turun tiga kali berturut-turut. Untuk membuktikan keyakinan yang diberikan itu, DewataE kemudian membawa La Panaungi ke tanah tujuh lapis dan ke langit tujuh lapis untuk menyaksikan kekuasaan DewataE pada dua tempat, yakni Lipu Bonga, yang merupakan tempat bagi orang-orang yang mengikuti perintah DewataE menurut ajaran Toani, juga tempat orang-orang yang melanggar keyakinan Toani. Ajaran yang diterima oleh La Panaungi ini kemudian disebarkan pada penduduk, hingga banyak pengikutnya. Pokok-pokok kepercayaan Tolotang yang diajarkan adalah : Dewata SeuwaE, hari kiamat di hari kemudian (Lino Paimeng), yang menerima wahyu dari Dewata SeuwaE dan kitab suci (lontaraq). Hari kemudian terdapat di Lipu Bonga sebagai tempat orang-orang taat perintah DewataE.
Ajaran Tolotang sama sekali tidak mengenal konsep neraka, nasib manusia sepenuhnya digantungkan pada Uwatta. Dalam ajaran Tolotang, pengikutnya dituntut mengakui adanya Molalaleng yakni kewajiban yang harus dijalankan oleh pengikutnya. Kewajiban dimaksud adalah : Mappianre Inanre, yakni persembahan nasi/makanan yang dipersembahkan dalam ritus/upacara, dengan cara menyerahkan daun sirih dan nasi lengkap dengan lauk pauk ke rumah uwa dan uwatta. Tudang Sipulung, yakni duduk berkumpul bersama melakukan ritus pada waktu tertentu guna meminta keselamatan pada Dewata. Sipulung, berkumpul sekali setahun untuk melaksanakan ritus tertentu di kuburan I Pabbere di Perrinyameng. Biasanya dilakukan setelah panen sawah tadah hujan. Menyangkut kejadian manusia, Tolotang juga mengenal empat unsur kejadian manusia, yakni tanah, air, api dan angin. Dalam acara ritual, keempat unsur tersebut disimbolkan pada empat jenis makanan yang lebih dikenal dengan istilah Sokko Patanrupa (nasi empat macam). Yakni nasi putih diibaratkan air, nasi merah diibaratkan api, nasi kuning diibaratkan angin dan nasi hitam diibaratkan tanah. Itulah sebabnya, setiap upacara Mappeanre atau Mappano Bulu, sesajiannya terdiri dari Sokko Patanrupa. Sebelum La Panaungi meninggal, ia sempat berpesan untuk meneruskan ajaran yang ia terima dari DewataE dan minta agar pengikutnya berziarah ke kuburannya sekali setahun. Itulah sebabnya, kuburan La Panaungi telah banyak diziarahi pengikutnya setiap saat.
Sekitar Tahun 1964-1965, terjadi Operasi Mappakaira yang dipimpin oleh Mayor As’ap Marwan, yang bertujuan untuk menghentikan tradisi masyarakat To Lotang. Operasi ini dilakukan atas permintaan kaum legislatif (DPRD) waktu itu, oleh karena ajaran To Lotang tidak diakui sebagai agama yang berhak berkembang dan To Lotang diakui hanya sebagai kebudayaan. Operasi Makkaira membuat sebagian masyarakat To Lotang masuk Islam dan sebagian lainnya tetap menjalankan tradisi nenek moyang, walaupun dengan cara sembunyi-sembunyi.
Ajaran Tolotang bertumpu pada 5 (lima) keyakinan, yakni :
1. Percaya adanya Dewata SeuwaE, yaitu keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa
2. Percaya adanya hari kiamat yang menandai berakhirnya kehidupan di dunia
3. Percaya adanya hari kemudian, yakni dunia kedua setelah terjadinya kiamat
4. Percaya adanya penerima wahyu dari Tuhan
5. Percaya kepada Lontaraq sebagai kitab suci
Penyembahan To Lotang kepada Dewata SeuwaE berupa penyembahan kepada batu-batuan, sumur dan kuburan nenek moyang. Dalam masyarakat Tolotang terdapat 2 (dua) kelompok, yaitu Kelompok Benteng dan Kelompok To Wani To Lotang. Kedua kelompok ini memiliki tradisi yang berbeda dalam beberapa prosesi, misalnya dalam prosesi kematian dan pesta pernikahan.
Bagi Kelompok Benteng, tata cara prosesi pernikahan dan kematian sama dengan tata cara dalam agama Islam. Sedangkan tata cara kematian kelompok To Wani To Lotang berupa pemandian jenazah yang kemudian dibungkus dan dilapisi dengan menggunakan daun Sirih. Untuk prosesi pernikahan Kelompok To Wani To Lotang dilaksanakan di hadapan Uwatta, yakni pemimpin ritual yang masih merupakan keturunan langsung dari pendiri To Wani To Lotang. Bagi Kelompok To Wani To Lotang, ritual Sipulung yang dilaksanakan sekali dalam setahun mengambil tempat di Perrynyameng yang merupakan lokasi kuburan I Pabbere. Pada waktu tersebut masyarakat To Wani To Lotang membawa sesajian berupa nasi dan lauk pauk yang diyakini merupakan bekal di hari kemudian. Dimana semakin banyak sesajian yang dibawa, maka semakin banyak pula bekal yang akan dinikmati di hari kemudian.
Bagi Kelompok Benteng, ritual Sipulung dilaksanakan di sumur PakkawaruE, dimana pada siang hari masyarakat berkumpul di kediaman Uwatta dan barulah pada malam hari melaksanakan prosesi Sipulung. Prosesi Sipulung berupa pembacaan lontaraq oleh Uwatta, dimana masyarakat yang hadir pada saat itu memberikan daun Sirih dan Pinang kepada Uwatta.
Upacara Adat To Lotang dilakukan oleh masyarakat To Lotang yang dilaksanakan di Bulu (Gunung) Lowa, berada di poros Kota Pangakajene dengan Kota Soppeng dan terletak di Amparita Kecamatan Tellu Limpoe. Daerah ini merupakan lokasi upacara adat Perrynyameng. Ritual tersebut dilakukan sekali setahun (Bulan Januari), dengan waktu pelaksanaan harus dimusyawarahkan oleh tokoh-tokoh (Uwa) Tolotang. Ritual adat dilaksanakan karena adanya pesan dari Perrynyameng “Apabila telah menghembuskan napas terakhirnya maka anak cucunya harus datang menziarahinya sekali setahun”.
Penyiraman minyak bau (berbau harum) oleh Uwa, atraksi Massempe (permainan adu kekuatan kaki). Semua pengikut sealiran dari berbagai desa/kota berkumpul dengan berpakaian serba putih-putih, sarung dan tutup kepala (kopiah hitam) untuk para laki-laki, sedangkan untuk perempuan mengenakan pakaian seperti kebaya.
Pada saat ritual upacara, mereka duduk bersila di atas tikar tradisional dengan penuh hikmat dan keheningan serta konsentrasi pemusatan jiwa dan raga kepada sang pencipta (Dewata SeuwaE). Selanjutnya dilanjutkan dengan penyembahan oleh Uwa, ditandai dengan penyiraman minyak bau (minyak berbau wangi-wangian) pada batu leluhur yang sangat disakralkan, kemudian dilanjutkan kegiatan Massempe. Jarak lokasi upacara adat dengan Kota Pangkajene sebagai ibukota kabupaten sekitar 7 Km.
Dalam konteks budaya To Lotang, mereka sangat menghormati makam tua Pammasetau. Makam Tua Pammasetau merupakan makam bagi ummat kepercayaan To Lotang yang dijadikan sebagai tempat ritual dan penyembelihan hewan untuk maksud-maksud tertentu (nazar). Pada umumnya kuburan yang ada batu nisannya masih berupa batu alami (batu sungai) yang bentuknya besar-besar. Makam ini terletak di Desa Cenrana Kecamatan Panca Lautang. Jarak dari Kota Pangkajene sekitar 28 Km dan untuk sampai ke lokasi makam telah dibangun jalan pengerasan dari jalan poros Kota Pangkajene dengan Kota Soppeng. Untuk sampai ke lokasi makam dengan menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat.



Selengkapnya...

DigNow.net
My Ping in TotalPing.com
Entertainment blogs

AddThis

Bookmark and Share
Bloggerian Top Hits
Movie & Film Blogs - BlogCatalog Blog Directory
Entertainment Blogs
Indonesian Blogger
Add to Technorati Favorites
free counters