Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia, Arsitektur rumah Bugis mendapat pengaruh kuat dari budaya Islam, seperti tampak pada mesjid dan langgar yang terdapat di setiap lingkungan masyarakat. Pada waktu silam, umumnya desa Bugis terdiri atas sekelompok rumah yang letaknya berdekatan dengan jumlah antara 10 sampai 200 rumah.
Rumah-rumah itu berderet-deretan menghadap selatan atau barat, tetapi bila ada sungai selalu membelakanginya. Bangunan rumah tinggal suku Bugis dapat dibedakan dari bentuknya, yang menunjukan status sosial penghuninya. Rumah penduduk biasa mempunyai dua timpa laja (atap bersusun dua), sedangkan rumah kaum bangsawan dan raja memiliki tiga atau lebih timpa laja. Struktur rumah Bugis adalah struktur dengan sistem rangka kayu yang lantainya ditinggikan (panggung), dengan memakai atap pelana. Secara vertikal rumah itu terbagi atas tiga bagian. Atap yang disebut juga rakkeang adalah bagian yang suci; disitu roh-roh tinggal. Bagian tengah untuk tempat tinggal manusia disebut alebole. Dan kolongnya, yang disebut awasao, adalah tempat menyimpan peralatan dan binatang ternak. Apabila dilihat denahnya, rumah Bugis terbagi atas dua bagian, yaitu bagian yang tidak beratap, seperti serambi terbuka, disebut tamping, dan bagian beratap dan berdinding, yang terdiri atas bilik-bilik, disebut lontang. Biasanya ada tiga lontang. Ujungnya didahului oleh ruang yang lebih kecil dengan lantai lebih rendah dengan atap tersendiri. Tempat ini biasa disebut lego-lego yang artinya ruang masuk. Lego-lego adalah tempat tamu menunggu sebelum dipersilahkan masuk dan tempat duduk-duduk orang bersantai. Tamu kemudian diterima di lontang depan dan diajak duduk di atas tikar pandan/rotan. Lontang kedua, tempat tiang pusat, dianggap paling suci dan digunakan untuk menyimpan keris/badik, tombak, dan lain-lain. Disitulah tempat dewi pelindung. Lontang ketiga merupakan ruang tidur keluarga, yang terbagi menjadi dua bagian, bagian dalam untuk anak-anak gadis dan bagian muka untuk orang tua. Anak laki-laki biasanya tidur di serambi atau diluar rumah (mesjid). Pada ujung lain deretan bilik terdapat ruang yang lantainya lebih rendah dengan atap tersendiri. Ruang ini disebut yongke. Fungsinya sebagai dapur. Tata ruang rumah tinggal ini mencerminkan adat istiadat orang Bugis, yang memegang teguh martabat diri.
Dalam perkembangannya, arsitektur rumah bugis kemudian mendapat pengaruh dari barat dengan ditandai pembangunan rumah non panggung. Dengan adanya bahan bangunan seperti batu bata, batako, semen, maka rumah bugis mendapat sentuhan modern. Dewasa ini, masyarakat Bugis cenderung menyukai rumah dengan fungsi ganda yakni ruko (rumah toko). Rumah toko (ruko) memiliki kepraktisan dalam dua sisi, yakni sebagai tempat tinggal dan tempat usaha. Pembangunan ruko yang marak dimasa kini mencerminkan pribadi orang Bugis yang elegan dan jiwa entrepreneurship yang tinggi.
Senin, 31 Agustus 2009
arsitektur bugis
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar